Menurut ketua LPM UMY, Dr. Ir. Gatot Supangkat, M.P., IPM., ASEAN. Eng. masyarakat desa Minta dan desa Muhuran seringkali mengalami gagal panen sehingga produksi padi dan beras tidak optimal. “Saat kami datang ke sana, warga mengeluhkan gagal panen dan produksi padi yang tidak optimal. Warga memanfaatkan area rawa yang surut sebagai lahan tanam padi. Namun, lahan ini sering kali mendapat luapan air sungai Mahakam, akibatnya padi terpendam air yang mengakibatkan gagal panen,” ujar Gatot.

Gatot juga mengatakan jika sektor pertanian sangat rentan terhadap perubahan iklim terutama faktor intensitas hujan karena berpengaruh terhadap pola tanam, waktu tanam, produksi, dan kualitas hasil. “Intensitas hujan yang tinggi dan tidak menentu mengakibatkan kondisi lahan pertanian mengalami banjir atau tergenang air, karena itu diperlukan suatu teknologi inovasi terkait sistem pertanian. Salah satu inovasi teknologi budidaya pada lahan rawan banjir dan rawa yaitu dengan menerapkan sistem pertanian terapung yang UMY kembangkan ini,” lanjutnya.

Ia juga mengklaim jika teknologi ini sangat tepat dan cocok diterapkan di desa Muhuran dan desa Minta yang memiliki area penuh rawa. “Teknologi ini sangat cocok dikembangkan di lokasi lahan rawan banjir atau rawa seperti di desa Muhuran dan desa Minta. Dengan demikian ini bermanfaat bagi peningkatan hasil produksi dan pendapatan bagi para petani, karena adanya peningkatan nilai ekonomi dari lahan tersebut. Tentunya sistem pertanian padi apung menjadi solusi untuk mengatasi dan memanfaatkan kondisi lahan rawan banjir dan rawa dengan optimal,” tandasnya.

Sementara itu Rektor UMY Dr. Ir. Gunawan Budiyanto M.P., IPM., ASEAN. Eng. menjelaskan, teknologi yang dikembangkan oleh UMY 100% menggunakan sumber daya lokal. “Teknologi yang kami kembangkan 100% menggunakan sumber daya lokal. Ini juga menjadi keuntungan tersendiri bagi kelestarian teknologi tersebut sehingga ketika tim pengabdian menarik diri, masyarakat masih tetap berdaya. Mulai dari bahan baku pembuatan alat hingga pupuk, mereka bisa dapatkan secara alami di sana,” ujarnya.

Gunawan juga mengungkapkan jika lahan pertanian apung ini memanfaatkan lahan gambut yang ada di rawa-rawa yang sering mendapat luapan sungai Mahakam. Ia menegaskan jika lahan gambut ini memiliki segudang manfaat bagi pertanian, tapi di sisi lain tanah gambut juga bisa memberikan dampak buruk bagi iklim. “Yang kami manfaatkan sebagai lahan pertanian di sini adalah lahan gambut. Lahan gambut ini sangat bermanfaat bagi pertanian. Namun, apabila lahan ini tidak dikelola dengan baik hal ini akan berakibat buruk bagi lingkungan dan juga iklim,” terangnya.

Lebih lanjut Gunawan menjelaskan jika lahan gambut mampu menampung hingga 30 persen jumlah karbon dunia agar tidak terlepas ke atmosfer. Jika karbon ini terlepas maka hal ini akan mengakibatkan perubahan iklim dan bencana alam. Hal ini juga menjadi alasan tidak bisa sembarangan dalam mengolah lahan gambut.

Gunawan juga menegaskan jika hal ini dilakukan UMY sebagai bentuk impelementasi program SDGs dalam menuntaskan kelaparan (Zero Hunger). “Dengan adanya pemanfaatan lahan ini sebagai media tanam padi, besar harapannya ini mempunyai kontribusi terhadapat program SDGs dalam menuntaskan kelaparan,” sambungnya. Selanjutnya LPM UMY sendiri akan melakukan pengabdian serupa ke kota Pekalongan yang meiliki masalah yang sama terhadap panen padi.